MAKALAH
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
INTEGRASI
DALAM MEMUPUK & MEMPERKOKOH PERSATUAN DAN KESATUAN
Disusun
Oleh : Jordan Eldy Bahri Hutabarat (23317079)
Kelas
: 2TB05
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
Daftar
Isi
Halaman..................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................2
Bab I Pendahuluan.................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................3
BAB II Pembahasan.............................................................4
2.1 Pengertian Integrasi
Nasional.........................................................................................4
2.2 Integrasi Nasional di
Indonesia.....................................................................................7
BAB III Penutup.................................................................11
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Integrasi berasal dari
bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.
Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki
kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan
pranata-pranata sosial.
Di Indonesia istilah
integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi,
padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan
integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara
pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai
berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau
bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras
(harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan
baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan
unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah konflik adalah
melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan lama.
Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979
dalam Danandjaja, 1999).
Integrasi nasional
adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu
negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti
yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari
kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi
bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain
menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang
baru. Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan
menghasilkan karakter atau manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat
mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Agar penulis tidak
menyimpang jauh dari materi yang dibahas, maka penulis ingin menyusun makalah
ini secara sistematis. Dalam hal ini penulis ingin membahas mengenai integrasi
nasional. Agar masyarakat khusunya pelajar maupun mahasiswa dapat mengetahui
betapa pentingnya integrasi nasional bagi bangsa indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apa
Pengertian Integrasi Nasional ?
1.2.2 Bagaimana
Mewujudkan Integrasi Nasional di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1 Mengetahui
Pengertian Integrasi Nasional.
1.3.2 Mengetahui Mewujudkan
Integrasi Nasional di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Integrasi Nasional
Integrasi berasal dari
bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.
Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki
kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan
pranata-pranata sosial.
Di Indonesia istilah
integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi,
padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi
kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat
berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur
kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat
dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya
adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke
dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur
kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah konflik adalah
melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan lama.
Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979
dalam Danandjaja, 1999).
Integrasi nasional
adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu
negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti
yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari
kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi
bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain
menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang
baru.
Faktor-Faktor Pendorong
Integrasi Nasional sebagai berikut:
1) Faktor sejarah yang
menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2) Keinginan untuk
bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928.
3) Rasa cinta tanah
air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut,
menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4) Rasa rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh
banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5) Kesepakatan atau
konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD
1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan
bahasa Indonesia.
Faktor-Faktor Penghambat
Integrasi Nasional sebagai berikut:
a) Masyarakat Indonesia
yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan
masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan
sebagainya.
b) Wilayah negara
yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan
luas.
c) Besarnya
kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan,
kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d) Masih besarnya
ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku,
Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan,
demonstrasi dan unjuk rasa.
e) Adanya paham
“etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
Contoh Wujud Integrasi
Nasional, antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang
diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat
anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap
anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi
itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
2. Sikap toleransi
antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau
saudara, kita harus saling menghormati.
3. Sikap menghargai dan
merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya
daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang
merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di
Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan
tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk
agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama
Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama
resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
Contoh-Contoh Pendorong
Integrasi Nasional :
a) Adanya rasa keinginan
untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan
datang.
b) Rasa cinta tanah
air terhadap bangsa Indonesia
c) Adanya rasa untuk tidak
ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal yang
sangat sulit.
d) Adanya sikap
kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini
lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
e) Adanya rasa senasib dan
sepenanggungan
f) Adanya rasa dan
keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya
kedamaian
Bentuk Integrasi
Nasional sebagai berikut :
a) Asimilasi, yaitu
pembauran kebudayaan yang disertai ciri khas kebudayaan asli.
b) Akulturasi, yaitu
penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli
Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu
kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila :
1) Masyarakat dapat
menentukan dan menyepapakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan
rujukan bersama
2) Masyarakat
terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos cutting loyality”
3) Masyarakat berada
saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
2.2 Integrasi Nasional Indonesia
Dimensi Integrasi Nasional
Integrasi nasional dapat
dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya menyatukan
persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa atau antara
pemerintah dan rakyat. Jadi integrasi vertikal merupakan upaya mewujudkan
integrasi dengan menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat.
Integrasi nasional dalam dimensi yang demikian biasa disebut dengan integrasi
politik. Sedangkan dimensi horisontal dari integrasi adalah dimensi yang
berkenaan dengan upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang
ada dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal,
perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Jadi integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan
menjembatani perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional
dalam dimensi ini biasa disebut dengan integrasi teritorial.
Pengertian integrasi
nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi horizontal. Dengan demikian
persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian hubungan antara pemerintah
dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya. Dalam upaya mewujudkan
integrasi nasional indonesia, tantangan yang di hadapi datang dari keduanya.
Dalam dimensi horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan
horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi.
Sedangkan dalam dimensi vertikal tantangan yang ada adalah berupa celah
perbedaan antara elite dan massa, dimana latar belakang
pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang
cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi
vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi
horizontal, sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus indonesia dimensi
horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya. (Sjamsuddin, 1989:11).
Tantangan integrasi
nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah memasuki era reformasi
tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan
melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era
reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi yang telah banyak disalahgunakan
oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri,
tindakan mana kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok dalam
masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok.
Bersamaaan dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak
terjadi, bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan
anarkis.
Keinginan yang kuat dari
pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap
pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan
pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya
kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak atau kurang
sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar
warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya
integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang melayani dan
memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan
pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga
masyarakat.
Sedangkan jalinan
hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat,
kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara
kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaaan yang ada satu sama lain,
merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Pertentangan atau
konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak
pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan
bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan
terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.
Mewujudkan integrasi nasional indonesia
Salah satu persoalan
yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia dalam mewujudkan
integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat
goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah
hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan
kebiasaan. (geertz, dalam : sudarsono, 1982: 5-7).
Di era globalisasi,
tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global dimana keberadaan negara dan
bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntunan dan kecenderungan
global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus,
yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan batas-batas
negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya
ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan.
Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang
semakin berat.
Namun demikian harus
tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa tetap diperlukan di
era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus
mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh, dan mencapai
negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan
dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena gelombang
“peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas teritorial
negara akibat gempuran informasi dan komunikasi. (budimansyah dan suryadi,
2008:164).
Dengan kondisi
masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman, harus disadari
bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi konflik yang sangat besar, baik
konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal. Dalam dimensi
vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia hampir tidak pernah
lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Sedangkan
dalam dimensi horizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau pertentangan
diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang bernuansa ras,
kesukuan, keagamaan, atau antar golongan. Disamping itu juga konflik yang
bernuansa kecemburuan sosial.
Dalam skala nasional,
kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang bersifat vertikal dengan
target untuk memisahkan diri dari negara republik indonesia. Kasus-kasus
tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas
kekuasaan yang ada di pusat. Disamping masuknya kepentingan-kepentingan
tertentu dari masyarakat yang ada di daerah, munculnya konflik tersebut
merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang
diberlakukan di daerah. Kebijakan pemerintah pusat dianggap memunculkan
kesenjangan antar daerah, sehingga ada daerah-daerah tertentu yang sangat maju
pembangunannya, sementara ada daerah-daerah yang masih terbelakang. Dalam
hubungan ini isu dikhotomi jawa dan luar jawa sangat menonjol, dimana jawa
dianggap mempresentasikan pusat kekuasaan yang kondisinya sangat maju,
sementara hanya daerah-daerah di luar jawa yang merasa menyumbangkan pendapatan
yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang. Dengan mengacu pada
faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana disebutkan diatas,
konflik kedaerahan di indonesia terkait secara akumulatif dengan berbagai
faktor tersebut.
Sejak awal berdirinya
negara indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuan di negara ini
diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di dalamnya. Artinya bahwa
upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia dilakukan dengan tetap memberi
kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta,
dan didalamnya terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada
kjita betapa tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada waaktu itu
menghargai perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat
indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan
perbedaan-perbedaan yang ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi
seluruh rakyat indonesia.
Sejalan dengan itu
dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama maknanya dengan istilah “unity
in diversity:”, yang artinya bersatu dalam keanekaragaman, sebuah ungkapan yang
menggambarkan cara menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang didalamnya
diwarnai oleh adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan bhineka tunggal ika
tersebut segala perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang
menghambat persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya
yang dapat dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya
masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka tunggal ika, diperlukan
pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah pandangan
bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama dengan
kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat
sebagaimana kebudayaan lainnya. (baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari
multikulturalisme adalah kesediaan orang-orang dari kebudayaan yang beragam
untuk hidup berdampingan secara damai. Disini diperlukan sikap hidup yang
memandang perbedaan di antara anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar dan
tidak menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping
itu perlu memandang kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan
yang bersangkutan, dan bukan memandang kebudayaan orang lain dari perspektif
dirinya sendiri. Oleh karena itu multikulturalisme menekankan pentingnya
belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh
dan empatik sehingga dapat menghargai kebudayaan-kebudayaan lain disamping
kebudayaannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Integrasi berasal dari
bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi
nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada
pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat
besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa
dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam
Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk
kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga
akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, I, 2000, Negara dan Mayarakat : Berkaca
dari Pengalaman Republik Rakyat Cina, gramedia, Jakarta.
Winarno. 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan
Di Perguruan Tinggi. Bumi aksara, jakarta.
Buku Panduan Kewarganegaraan Tahun 2014. Universitas
Sriwijaya. UPT Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.
Nikolas, (2007). Pentingnya integrasi nasional
indonesia.http://www.education-pentingnyaintegrasi-nasional.org/wiki
Komentar
Posting Komentar